Terngepop

Kamis, 03 Desember 2009

[Kuliner Semarangan] Si Bohai, Martabak Manis Thien Thien Lay

Semarang sebagai kota yang ditinggali oleh berbagai macam etnis seperti Jawa, Tionghoa, Arab, India, dan lain-lain sudah tentu memiliki berbagai macam budaya dan tak pelak lagi juga memiliki beraneka ragam kuliner. Kali ini saya akan membahas salah satu kuliner yang konon pertama kali diperkenalkan oleh etnis Tionghoa. Ya, etnis yang satu ini memang terkenal dengan kuliner-kulinernya yang unik dengan cita rasa yang mudah diterima oleh sebagian besar lidah Bangsa Indonesia. Nah kuliner yang akan saya bahas adalah martabak manis. Selamat menikmati.

Penganan berbentuk bundar yang satu ini punya banyak nama, ada yang menyebutnya dengan kue bandung, kue terang bulan, martabak manis, dan masih banyak lagi nama alias lainnya. Saya sendiri dari kecil mengenalnya sebagai martabak manis. Hampir di setiap kota baik besar maupun kecil pasti ada yang menjual penganan yang satu ini dan diantara sekian banyak penjual martabak manis di suatu kota pasti ada satu yang terbaik, best of the best. Kalau di Bogor ada Martabak Air Mancur, di Bandung ada Martabak Jepang, nah kalau di Semarang sang Kota Atlas yang pantas menyandang gelar best of the best martabak manis menurut saya adalah Martabak Thien Thien Lay.

AWAL PERKENALAN
Saat itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 2 menjelang kelas 3, sekitar tahun '94 - '95an. Salah seorang Paman dari pihak Ibu berkunjung ke Semarang, tujuannya apalagi kalau bukan disuruh Kakek untuk menjenguk putri-putri dan cucu-cucunya. Kali ini tidak seperti biasanya, paman saya ini sekalian mencari kawan lamanya di Pangkalpinang yang konon telah lama hijrah ke Semarang.

Diantar oleh saya dan ayah saya (sekarang sudah almarhum) kami bertiga mencari kawan lama Paman tersebut. Mulanya kami mencari di daerah Pudak Payung (daerah dekat perbatasan kota Semarang dengan kota Ungaran) setelah sampai di lokasi ternyata target sudah pindah rumah dan dari informasi yang didapat, kawan lama Paman saya tersebut berjualan martabak di jalan Gadjahmada. Tanpa membuang waktu kami pun langsung meluncur ke TKP.

Jalan Gadjahmada kala itu memang terkenal sebagai jalan dengan deretan pedagang kaki lima yang banyak di kota Semarang selain jalan Mataram. Uniknya lagi apabila di jalan Mataram sebagian besar pedagangnya berjualan loenpia, maka di jalan Gadjahmada ini mayoritas berjualan martabak manis.

Tidak seberapa jauh ke arah utara dari lapangan Pancasila (lebih dikenal dengan nama Simpang Lima) tampak di kiri kanan jalan sudah berjejer gerobak penjual martabak. Perlahan mobil yang kami tumpangi menyusuri jalan tersebut, sambil tengok kiri kanan Paman saya mencoba mengenali kalau-kalau salah satu pedagang martabak tersebut adalah kawan lama yang dicarinya. Namun sampai dengan jembatan Kampung Kali yang menjadi batas jajaran gerobak para pedagang martabak itu tetap saja sang kawan lama tidak ditemukan.

Mobil terus bergerak menyusuri jalan Gadjahmada hingga beberapa ratus meter dari jembatan Kampung Kali di depan gedung sebuah bank swasta kami melihat sebuah gerobak penjual martabak. Gerobak penjual martabak ini menyendiri jauh dari yang lain dan di papan namanya tertulis (kalau saya tidak salah ingat) "Kue Bangka, Thien Thien Lay" nama yang sangat Chinesse sekali. Mobil pun menepi mendekati gerobak tersebut dan ternyata tidak salah lagi itulah sang kawan lama yang dicari-cari.

Sekadar tambahan pengetahuan, sebagian besar pedagang martabak yang mampu membesarkan martabaknya menjadi best of the best adalah keturunan Cina dan uniknya lagi kebanyakan dari mereka berasal dari Bangka. Sebagai contoh adalah Bapak Kiki Sanjaya pemilik Martabak Air Mancur di Bogor juga adalah seorang puta Bangka keturunan Cina, sehingga tidak heran martabak manis selain disebut dengan kue Bandung dan terang bulan disebut juga dengan nama Kue Bangka.

MENGENAL THIEN THIEN LAY LEBIH DALAM
Thien Thien Lay, sampai sekarang pun saya belum tahu apa arti nama itu. Dan setiap kali hendak menanyakan arti kepada sang empunya selalu saja terlupa. Tapi apalah artinya sebuah nama, yang penting adalah karyanya. Meskipun begitu suatu saat nanti insyaallah akan saya tanyakan artinya, tentu saja kalau tidak terlupa. :)

Dinahkodai oleh Om Lim (itulah namanya menurut Ibu saya, sedangkan saya sendiri biasa memanggilnya dengan "Om" saja) sang kawan lama Paman saya tadi dengan dibantu oleh dua orang putranya, Thien Thien Lay telah bertahan hampir dua dekade (atau malah lebih ya). Konon Thien Thien Lay pada awalnya menggelar dagangannya di daerah tempat deretan pedagang kaki lima yang kami lewati sebelumnya, tapi karena didera persaingan dagang yang kurang sehat Om Lim memilih untuk hijrah ke depan gedung bank swasta tersebut.

Setelah pindah tempat pun nampaknya gangguan dalam berdagang masih saja setia menggelayuti Thien Thien Lay. Beberapa tahun menetap di depan gedung bank swasta tersebut, Thien Thien Lay dipaksa pindah oleh petugas kamtib. Thien Thien Lay pun berpindah-pindah tempat usaha hingga akhirnya sekarang menetap di sebelah utara Ruko Gadjahmada Building. Tepatnya di
Jl. Moch Suyudi.

Untuk mencapai Jl. Moch Suyudi sangat mudah, dari Simpang Lima menuju ke jalan Gadjahmada melewati perempatan Kampung Kali terus ke utara lagi. Terus jalan sampai Anda menemukan lampu merah perempatan yang agak aneh, bentuknya lebih mirip dua pertigaan dengan jarak yang berdekatan, pertigaan pertama dengan belokan ke timur & pertigaan kedua dengan belokan ke barat. Setelah melewati lampu merah di kiri jalan ada ruka Gadjahmada Building dan di kanan jalan sedikit di depan anda ada Hotel Telomoyo. Setelah Ruko Gadjahmada Building ada jalan ke kiri, berbeloklah di jalan tersebut kemudian maju beberapa meter dan tengoklah di kanan jalan. Nah disitulah Thien Thien Lay sekarang menggelar dagangannya.


Dari berjualan martabak ini Om Lim telah berhasil mengentaskan putra putrinya dari bangku kuliah dan memiliki sebuah kendaraan roda empat. Hasil yang diperolehnya itu merupakan sebuah bukti bahwa racikan resep martabak manisnya benar-benar dahsyat, sampai-sampai kedua putranya yang sarjana pun memutuskan untuk melanjutkan usaha sang ayah daripada bekerja sebagai pegawai kantoran. Sementara Si Om sekarang lebih banyak duduk-duduk mengawasi kedua putranya & beramah tamah dengan pelanggan setianya, sehingga setiap kali saya menyambangi warungnya sendirian ketika pesanan telah siap dibawa pulang dengan logat Bangka yang masih kental Om Lim selalu berujar "Titip salam ke Mama ya".

Salah seorang putra Om Lim sedang meracik topping martabak manis.

APA YANG ISTIMEWA DARI THIEN THIEN LAY?
Untuk beberapa waktu saya sekeluarga sempat rehat jajan martabak manis di Thien Thien Lay dan setelah rehat jajan beberapa waktu tersebut ternyata sekarang Om Lim sudah menambah jenis dagangannya. Dari yang dulunya cuma Martabak manis dengan varian biasa, keju, hitam manis, wijen, dan spesial serta berbagai macam pukis kini ada juga martabak manis kismis dengan berbagai variannya. Nah, bagi Anda yang suka ngemil kulit
pinggiran martabak manis yang renyah kriuk kriuk kini anda pun bisa membeli kulitnya saja.


Adonan martabak manis biasa dan martabak manis kismis sedang dipanggang.

Yang istimewa dari martabak manis Thien Thien Lay dibanding dengan martabak manis lain adalah kalau pada martabak manis lain setelah lewat sehari biasanya martabak akan menjadi kering & lebih keras dari pada saat baru saja diracik, beda dengan martabak manis racikan Thien Thien Lay. Martabak manis Thien Thien Lay masih terasa lembut & moist itupun sudah saya masukan ke dalam lemari es semalaman. Selain itu racikan toppingnya pun tidak pelit, campuran meses, margarin, kacang sangrai, susu kental manis, dan keju (apabila Anda membeli yang keju tentunya) yang di-mix saat martabak masih kebul kebul fresh for
m the pan nge-blend menghasilkan komposisi rasa yang ciamik. Dari segi kuantitas toppingnya pun lebih banyak dibanding martabak manis racikan pedagang lainnya namun tetap pas, tidak berlebihan. Body si martabak manis yang bohai binti bahenol ini memang diatas rata-rata, sehingga si martabak manis harus dikemas ke dalam dua buah kotak. Wajar saja jika dibanderol dengan harga premium, yang termurah, martabak manis polos harus ditebus seharga Rp 26.000 per loyang, pukis dihargai Rp 2.000 per biji dan bagi Anda yang menggemari kulit pinggiran martabak yang renyah bisa membawanya pulang dengan harga Rp 12.000 per bungkus.


Daftar harga yang belum berubah sejak 2008.

Nah kalau kebanyakan makan martabak manis biasanya akan terasa eneg, apalagi martabak manisnya punya topping yang tebal. Di Thien Thien Lay ini ada martabak m
anis yang tidak terlalu eneg untuk dimakan dalam porsi berlebih, kecuali Anda sudah makan hampir tiga loyang. Hehehe... Ini merupakan varian terbaru martabak manis Thien Thien Lay, namanya martabak kismis. Martabak ini juga tersedia dalam mode polos, biasa, keju, hitam manis keju, hitam manis biasa, istimewa & spesial. Cuma saya belum ngeh apa bedanya antara yang spesial & istimewa. Martabak kismis ini sebenarnya adalah martabak biasa yang ditaburi kismis sesaat setelah adonan dituang ke loyang, kemudian setelah matang diberi topping seperti biasa. Nah kismis inilah yang memberi efek mengurangi rasa eneg.


Ini dia si martabak kismis yang sedang diberi topping.

Bagaimana? Sudah ngiler kah Anda? Daripada berlama-lama ngiler dan penasaran mendingan buruan sambangi deh Thien Thien Lay yang menggelar dagangannya dari pukul 5 sore sampai habis (biasanya sekitar pukul 10 malam). Oh iya Thien Thien Lay tidak membuka cabang di tempat lain lho, jadi yang di Jl. Moch Suyudi ini adalah the only one. Selamat menikmati dan saya tidak tanggung bila suatu saat Anda kangen menikmatinya lagi, karena memang motto dari Thien Thien Lay adalah "Sekali dicoba tetap disuka".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar